Tradisi Tumpeng Sewu, Ritual Syukur Suku Osing Banyuwangi

Tradisi Tumpeng Sewu merupakan ritual adat yang unik dan sakral bagi Suku Osing, penduduk asli Banyuwangi, Jawa Timur. Digelar setiap tahun menjelang Hari Raya Idul Adha, Tradisi Tumpeng Sewu menjadi wujud rasa syukur masyarakat Desa Kemiren atas segala berkah yang telah dilimpahkan. Lebih dari sekadar perayaan, Tumpeng Sewu juga diyakini sebagai upaya tolak bala, memohon perlindungan agar desa terhindar dari segala bencana dan penyakit.

Ribuan Tumpeng dan Makna Mendalam

Sesuai dengan namanya, Tumpeng Sewu menampilkan ribuan tumpeng yang diarak dan disajikan di sepanjang jalan desa. Setiap kepala keluarga (KK) di Desa Kemiren wajib membuat minimal satu tumpeng. Tumpeng-tumpeng ini tidak hanya sekadar nasi berbentuk kerucut, tetapi juga dilengkapi dengan lauk pauk khas Suku Osing, yang paling utama adalah pecel pithik, yaitu ayam kampung panggang yang disuwir dan dicampur dengan parutan kelapa berbumbu khas. Selain itu, terdapat juga sayur lalapan sebagai pelengkap.

Filosofi di balik Tumpeng Sewu sangatlah mendalam. Tumpeng sebagaiGunung melambangkan kemakmuran dan hasil bumi. Bentuk kerucutnya mengarah ke atas, sebagai simbol penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Lauk pauk yang beragam melambangkan kekayaan alam dan keberagaman rezeki. Ritual makan bersama di sepanjang jalan, di bawah temaram obor bambu (oncor ajug-ajug), mencerminkan kebersamaan, gotong royong, dan kerukunan antar warga Suku Osing.

Rangkaian Ritual dan Waktu Pelaksanaan

Tradisi Tumpeng Sewu tidak hanya sekadar makan bersama. Ada serangkaian ritual yang mengiringinya. Seminggu sebelum acara puncak, warga melakukan tradisi mepe kasur, yaitu menjemur kasur berwarna merah dan hitam di depan rumah masing-masing. Merah melambangkan keberanian dan hitam melambangkan kelanggengan, dengan harapan membersihkan rumah dari energi negatif. Selain itu, juga diadakan ziarah ke makam leluhur Buyut Cili untuk memohon perlindungan. Pada malam hari sebelum Tumpeng Sewu, digelar Mocoan Lontar Yusup semalam suntuk.

Puncak acara Tradisi Tumpeng Sewu biasanya dilaksanakan pada malam hari di hari Minggu pertama bulan Besar (Dzulhijjah) atau seminggu sebelum Idul Adha. Pada tahun 2024, Tradisi Tumpeng Sewu digelar pada Minggu malam, 9 Juni 2024. Sejak sore hari, jalan menuju Desa Adat Kemiren sudah ditutup untuk menghormati ritual sakral ini.

Pelestarian Budaya dan Daya Tarik Wisata

Tradisi Tumpeng Sewu bukan hanya sekadar ritual adat, tetapi juga menjadi daya tarik wisata budaya yang unik bagi Kabupaten Banyuwangi. Ribuan tumpeng yang berjajar di sepanjang jalan, ditambah dengan suasana sakral dan kebersamaan, menjadi pemandangan yang memukau bagi wisatawan. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menjadikan Tradisi Tumpeng Sewu sebagai salah satu agenda penting dalam Banyuwangi Festival untuk melestarikan kearifan lokal dan mengenalkan budaya Suku Osing ke tingkat yang lebih luas.