Penjualan satwa ilegal adalah kejahatan serius yang terus terjadi di Indonesia, termasuk di Malang. Meskipun undang-undang perlindungan satwa telah ada, penegakan hukum di pengadilan sering menghadapi dilema hukum yang kompleks. Tantangan ini muncul dari berbagai aspek, mulai dari pembuktian hingga minimnya pemahaman masyarakat terhadap dampak kejahatan ini.
Salah satu tantangan terbesar adalah pembuktian yang kuat di persidangan. Seringkali, barang bukti berupa satwa hidup tidak dapat dipertahankan lama, atau identifikasi spesies menjadi rumit. Proses penyelidikan yang tidak tuntas dapat membuat jaksa kesulitan dalam menyusun tuntutan. Ini menjadi dilema hukum yang menguras energi penegak hukum.
Selain itu, kesadaran hukum masyarakat terkait perlindungan satwa masih rendah. Banyak yang tidak memahami bahwa membeli atau menjual satwa dilindungi adalah tindak pidana. Akibatnya, ada celah pemahaman yang dimanfaatkan oleh para pelaku. Ini menambah dilema hukum dalam upaya menciptakan efek jera bagi para pelanggar.
Hakim juga menghadapi kendala dalam menentukan vonis yang setimpal. Meskipun UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (KSDAE) Nomor 5 Tahun 1990 telah mengatur pidana, penerapannya masih sering menimbulkan perdebatan. Pertimbangan kemanusiaan terhadap pelaku versus perlindungan satwa menjadi poin krusial.
Kurangnya koordinasi antar lembaga juga menjadi hambatan. Penyelidikan oleh kepolisian, penuntutan oleh kejaksaan, dan persidangan oleh pengadilan harus terintegrasi dengan baik. Jika ada satu mata rantai yang lemah, upaya penegakan hukum bisa goyah. Oleh karena itu, sinergi yang lebih baik sangat diperlukan untuk mengatasi dilema hukum ini.
Aspek lain adalah kurangnya saksi ahli yang kompeten dalam bidang satwa liar. Keterangan dari ahli sangat penting untuk memperkuat bukti ilmiah dan memberikan gambaran yang jelas mengenai dampak kejahatan satwa ilegal. Ketersediaan ahli yang terbatas seringkali menghambat proses peradilan yang efektif.
Masyarakat harus sadar bahwa setiap pembelian satwa ilegal, sekecil apapun, turut berkontribusi pada kerusakan lingkungan dan kepunahan spesies. Peran serta aktif masyarakat dalam melaporkan praktik jual beli satwa ilegal sangat penting untuk membantu penegak hukum. Edukasi harus terus ditingkatkan.
Untuk mengatasi dilema hukum ini, diperlukan reformasi sistemik. Pelatihan khusus bagi aparat penegak hukum dan hakim mengenai kasus satwa liar, peningkatan anggaran untuk penyelidikan, serta kampanye kesadaran hukum yang masif adalah langkah penting. Dengan begitu, keadilan bagi satwa liar dapat ditegakkan di Malang.