Marapi dan Kerinci: Perbandingan Karakter Letusan Gunung Api

Pulau Sumatera merupakan bagian penting dari Cincin Api Pasifik, yang ditandai dengan keberadaan puluhan gunung api aktif. Di antara yang paling menonjol adalah Gunung Marapi di Sumatera Barat dan Gunung Kerinci yang menjulang di perbatasan Jambi dan Sumatera Barat. Perbandingan Karakter Letusan Gunung Api ini sangat menarik dari sudut pandang geologi dan mitigasi bencana. Kedua gunung api ini meskipun berada dalam satu jalur tektonik, memiliki riwayat dan tipe aktivitas yang berbeda. Gunung Kerinci adalah gunung tertinggi di Sumatera dan cenderung menunjukkan erupsi yang bersifat efusif atau freatik minor, sementara Gunung Marapi dikenal dengan tipe letusan yang lebih eksplosif dan berbahaya. Memahami perbedaan ini sangat krusial untuk menentukan strategi mitigasi bencana yang tepat bagi komunitas di sekitarnya.

Secara geologi, Gunung Kerinci (ketinggian sekitar $3.805$ meter di atas permukaan laut) adalah stratovolcano aktif yang letusannya sering kali didominasi oleh pelepasan abu tipis dan gas sulfur dioksida. Letusan Kerinci umumnya tergolong freatik atau vulkanik minor yang terjadi secara intermiten dan jarang menyebabkan awan panas guguran yang mematikan. PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) sering mencatat peningkatan aktivitas Kerinci, tetapi letusan besar yang bersifat merusak jarang terjadi. Misalnya, pada periode pemantauan di pertengahan Agustus 2024, Pos Pengamatan Kerinci mencatat peningkatan gempa tremor harmonik, namun erupsi yang terjadi hanyalah semburan asap tebal dengan ketinggian kolom abu kurang dari $500$ meter di atas puncak, tanpa menyebabkan kerusakan serius di daerah Kerinci Seblat.

Sebaliknya, Gunung Marapi (ketinggian sekitar $2.891$ meter di atas permukaan laut), yang berarti “Gunung Api,” secara historis lebih sering menunjukkan letusan yang bersifat eksplosif. Marapi adalah salah satu gunung api paling aktif di Sumatera dan memiliki sejarah panjang erupsi vulkanik yang kadang-kadang disertai dengan material pijar. Aktivitasnya yang khas adalah erupsi abu yang sering terjadi dari kawah Verbeek. Bencana tragis yang terjadi pada Minggu sore, 3 Desember 2023, menjadi pengingat mengerikan akan bahaya Marapi, di mana letusan eksplosif secara mendadak menyebabkan puluhan pendaki tewas karena terpapar lontaran batu dan abu panas, meskipun erupsi tersebut tergolong kecil secara volume. Peristiwa ini menunjukkan bahwa Perbandingan Karakter Letusan Gunung Api harus mempertimbangkan kecepatan dan kejutan dari erupsi yang terjadi.

Tantangan mitigasi bencana di sekitar kedua gunung ini sangat berbeda. Untuk Gunung Kerinci, strateginya lebih berfokus pada pencegahan dampak sekunder, seperti menghindari area pendakian saat status siaga dan memantau kualitas udara akibat gas vulkanik. Sementara itu, mitigasi bencana di kawasan Marapi menuntut zona bahaya yang sangat ketat dan sistem peringatan yang harus selalu dianggap serius, meskipun erupsi terlihat kecil. Pemerintah daerah dan aparat keamanan, seperti Polsek terdekat di Agam dan Tanah Datar, secara rutin harus memastikan bahwa zona larangan (radius $3$ hingga $4.5$ kilometer dari kawah, tergantung status) tidak dilanggar oleh masyarakat maupun wisatawan.

Dalam konteks Perbandingan Karakter Letusan Gunung Api, perbedaan utama terletak pada komposisi magma dan tekanan gas di bawah permukaan. Karakter letusan Marapi yang eksplosif mengindikasikan viskositas magma yang lebih tinggi dan akumulasi tekanan gas yang lebih cepat. Sebaliknya, letusan Kerinci yang lebih efusif dan stabil mengindikasikan pelepasan gas yang lebih teratur. Pemahaman mendalam tentang Gunung Kerinci dan Marapi ini akan memandu para pemangku kepentingan untuk menyusun rencana evakuasi yang spesifik, serta membangun infrastruktur yang tangguh dan sesuai dengan risiko geologis lokal.

journal.pafibungokab.org

learn.pafipemkotkerinci.org

news.pafipemkotpalopo.org